Kisah Seorang Mahasiswa yang Meninggalkan Ruang Ujian

Arsip Artikel


Ada siswa bernama Buyung. Dia siswa yang jujur; berusaha kuat memegang prinsip bahwa sampai kapan pun dan dalam kondisi bagaimana pun dia tak akan pernah menyontek atau berbuat lancung saat ujian. Memang (kebetulan) dia tak dikaruniai otak yang cukup encer.

Bagi Buyung pilihan untuk bersikap jujur kadang terasa getir. Prestasi akademiknya, berupa angka-angka pada laporan hasil belajar, terhitung buruk. Kalau kalah dengan siswa yang memang cerdas dan jujur sih tak jadi persoalan. Namun kalau ternyata Buyung kalah dengan siswa yang sama-sama tak begitu cerdas hanya karena mereka yang tak cerdas itu memiliki “kelebihan” memiliki nyali menyontek, itu yang jadi masalah. Celakanya, guru sering tidak bisa membedakan atau mempedulikan kejujuran. Yang guru tahu, nilai-nilai ujian ya memang segitu! Karena itulah Buyung sering tidak nyenyak tidur.



Suatu hari, sebab kekesalannya telah memuncak ke ubun-ubun, Buyung menyerahkan lembar ujian meski ujian baru berjalan tiga belas menit. “Lho, waktu masih banyak tersisa, tidak kau teruskan pekerjaanmu?” tanya pengawas ujian. Buyung menjawab “Tidak, kemampuan saya hanya mengerjakan soal segitu! Silakan teruskan saja pekerjaan Bapak mengawasi ujian!”

Dengan langkah tegap Buyung keluar dari ruang ujian. Batinnya berbisik, “Ketuklah hati mereka, Buyung, bukan mendobrak!” Namun, sisi hatinya yang lain ia berucap mantap, “Ketika pintu yang diketuk tak kunjung terbuka, apa boleh buat?”


***
Ya, banyak sekali permasalahan di sekeliling kita. Banyak pula pilihan penyelesaiannya, mulai dari yang paling halus, lazim, logis, hingga pada cara-cara yang sukar dipahami, terkesan ngawur, dan putus asa!

Nah, barangkali dalam menghadapi satu keadaan (-ketaknyamanan yang parah) memang diperlukan satu sindiran yang hiperbolis. Ibarat menyikapi satu jalan yang berlubang, maka selain segera menambal jalan itu agar tak memakan korban lebih banyak, bisa juga menyikapinya dengan justru mengeruk, memperdalam, dan memperlebar lubang itu agar siapapun dapat merasakan alangkah sakitnya terperosok! Buyung memilih opsi ke dua. []



BEGINILAH NASIB PENDIDIKAN KITA
close